LahirnyaEcoprint Wanagama. Wanagama sebagai hutan pendidikan dengan luas 622,25 Ha memiliki jenis tanaman baik asli maupun hasil eksplorasi nusantara. Dengan adanya potensi ini maka dibentuklah tim untuk menggali potensi keanekaragaman demi mendukung eco-fashion Indonesia. Tim berasal dari mahasiswa yang tergabung dalam Program Kreativitas
› Nusantara›Daun Jati hingga Teh, Khazanah... Para pembuat ”ecoprint” di Daerah Istimewa Yogyakarta mengeksplorasi beragam tanaman di sekitar mereka untuk berkreasi. Aneka jenis daun, bunga, kayu, dan kulit buah dimanfaatkan untuk menghasilkan karya ”ecoprint”. Para pegiat ecoprint di Daerah Istimewa Yogyakarta mengeksplorasi beragam tanaman di sekitar mereka untuk berkreasi. Aneka jenis daun, bunga, kayu, dan kulit buah dimanfaatkan menghasilkan karya ecoprint yang penuh gaya. Riset terus dilakukan untuk menambah khazanah pewarna FIRDAUS Anggota komunitas Shero menunjukkan daun jati yang biasa digunakan untuk memberi motif dan warna pada kain dengan teknik ecoprint, Jumat 13/8/2021, di sekretariat kelompok itu di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Shero merupakan komunitas beranggotakan para ibu di Dlingo yang aktif memproduksi karya fashion dengan teknik Fandayati 40 menunjukkan pohon jati yang di halaman sebuah rumah di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta DIY. Dia lalu memetik dua helai daun pohon tersebut. ”Pohon jati memang banyak ditemukan di Dlingo. Daun jati ini sering kami pakai untuk membuat ecoprint,” katanya, Jumat 13/8/2021 sore. Inggit merupakan anggota komunitas Shero yang beranggotakan 20 perempuan dari enam desa di Kecamatan Dlingo. Komunitas Shero—kependekan dari She is a Hero—aktif memproduksi karya mode dengan teknik ecoprint. Ecoprint merupakan teknik memberi motif dan warna pada kain, kulit, kertas, atau medium lain dengan bahan-bahan Inggit, Shero terbentuk sejak 2018 setelah ada pelatihan membuat ecoprint untuk para ibu di Dlingo. Setelah pelatihan itu, mereka mulai aktif memproduksi karya ecoprint dengan memanfaatkan berbagai jenis tanaman di lingkungan sekitar. Selain daun jati, ada banyak jenis daun lain di Dlingo yang dimanfaatkan untuk memberi motif pada kain dengan teknik juga ”Ecoprint”, Mencetak Kain dengan Motif AlamiKOMPAS/HARIS FIRDAUS Anggota komunitas Shero memetik daun jati yang biasa digunakan untuk memberi motif dan warna pada kain dengan teknik ecoprint, Jumat 13/8/2021, di sekretariat kelompok itu di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa jenis daun itu, misalnya, ialah daun jenitri, lanang, jarak kepyar, jarak wulung, kenikir, kelengkeng, hingga daun columbus atau wedusan. Selain itu, para anggota Shero juga memanfaatkan aneka jenis bunga, seperti bunga waru, bunga ketul, dan bunga pewarnaan kain, para anggota Shero juga memanfaatkan bahan-bahan alami, misalnya kayu tegeran, kulit kayu tingi, kulit buah jolawe, kayu jambal, dan kulit kayu mahoni. Sebagian tanaman yang dipakai untuk ecoprint itu tumbuh secara alami di Dlingo, tetapi ada juga yang sengaja tanaman yang dipakai untuk ecoprint itu tumbuh secara alami di Dlingo, tetapi ada juga yang sengaja itu, anggota Shero kadang juga memanfaatkan limbah kayu dari usaha mebel di Dlingo untuk membuat ecoprint. ”Di kawasan Dlingo kan banyak pembuat mebel yang memakai kayu mahoni sehingga limbahnya banyak. Jadi, kami tinggal minta ke perajin mebel,” ujar menuturkan, ada tiga jenis teknik ecoprint yang dipraktikkan oleh komunitas tersebut. Tiga teknik itu adalah teknik ecoprint dasar, medium, dan botanical spring. Dalam teknik dasar, kain hanya diberi motif dengan daun atau bunga, tetapi tidak diwarnai sehingga dasar kain tetap berwarna FIRDAUS Perbandingan daun jati yang masih segar dengan motif daun jati yang dicetak pada kain primisima dengan teknik ecoprint. Kain ecoprint itu merupakan karya anggota komunitas Shero yang beranggotakan para ibu di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Foto diambil pada Jumat 13/8/2021.Sementara itu, dalam teknik medium, kain tak hanya diberi motif, tetapi juga diberi pewarna dengan bahan-bahan alam. Adapun dalam teknik botanical spring, dilakukan mordanting dengan bahan dan cara khusus sehingga menghasilkan motif daun atau bunga yang lebih jelas dan sempurna. Mordanting merupakan proses menyiapkan kain agar bisa menerima zat pewarna dengan Shero lainnya, Koni’ah 43, menjelaskan, proses pembuatan karya ecoprint sering memberi kejutan karena hasilnya tak terduga. Hal ini karena hasil pewarnaan dengan teknik ecoprint sering kali tidak sama meskipun menggunakan bahan pewarna alam dan teknik pewarnaan yang itu terjadi karena hasil pewarnaan dengan bahan alam dari tanaman dipengaruhi banyak hal, seperti usia tanaman dan lokasi tanaman tumbuh. ”Mau pakai daun jati terus pun, warna yang dihasilkan bisa berbeda-beda,” ujar Koni’ juga Rancak Jejak DedaunanKOMPAS/HARIS FIRDAUS Perbandingan daun jati yang masih segar dengan motif daun jati yang dicetak pada kain sifon dengan teknik ecoprint. Kain ecoprint itu merupakan karya anggota komunitas Shero yang beranggotakan para ibu di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Foto diambil pada Jumat 13/8/2021.Hasil pewarnaan itu juga bisa dipengaruhi jenis kain dan bahan yang dipakai untuk mordanting. Koni’ah mencontohkan, pembuatan ecoprint dengan daun jati pada kain katun primisima menghasilkan motif daun dengan warna ungu. Sementara itu, produksi ecoprint dengan daun jati di kain sifon menghasilkan motif daun berwarna wanagamaPengalaman para anggota Shero di Dlingo menunjukkan, ada banyak jenis tanaman di Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk membuat karya ecoprint yang ciamik. Potensi besar pengembangan ecoprint dengan tanaman lokal itu turut didukung pelbagai riset, salah satunya Universitas Gadjah Mada UGM, Yogyakarta, melalui tim Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas 126 jenis daun itu, 90-100 daun di antaranya bisa menghasilkan warna sehingga berpotensi digunakan untuk membuat bulan lalu, tim Departemen Teknologi Hasil Hutan UGM melakukan penelitian di Hutan Wanagama, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, untuk mengidentifikasi tanaman-tanaman di hutan tersebut yang berpotensi dijadikan bahan pembuatan ecoprint. Wanagama merupakan hutan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan UGM dengan status kawasan hutan dengan tujuan khusus. Hutan itu memiliki luas 622,25 Departemen Teknologi Hasil Hutan UGM Rini Pujiarti mengatakan, ada 126 jenis daun yang telah diteliti oleh tim tersebut. Dari 126 jenis daun itu, 90-100 daun di antaranya bisa menghasilkan warna sehingga berpotensi digunakan untuk membuat ecoprint. ”Kami baru melakukan penelitian awal. Hasil penelitian ini belum dipublikasikan, kami baru menyusun untuk publikasinya,” FIRDAUS Anggota komunitas Shero menunjukkan daun columbus atau wedusan yang biasa digunakan untuk memberi motif dan warna pada kain dengan teknik ecoprint, Jumat 13/8/2021, di sekretariat kelompok itu di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa memaparkan, berdasarkan penelitian itu, beberapa jenis daun di Wanagama yang bisa digunakan untuk ecoprint, misalnya, daun jati, eukaliptus, suplir, sonokeling, kaliandra, mindi, kersen, dan soka jawa. ”Setiap daun itu kami uji coba di laboratorium dengan teknik ecoprint yang dikukus. Lalu, kami lihat mana yang mengeluarkan warna dan mana yang tidak,” selanjutnya, Fakultas Kehutanan UGM juga akan melakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui ketahanan warna masing-masing daun. Mereka juga berencana meneliti potensi pemanfaatan daun yang telah mengering untuk membuat karya ecoprint. ”Ada mahasiswa saya yang akan meneliti untuk membandingkan daun basah dan daun kering seperti apa,” tutur daun kering bisa dipakai untuk ecoprint, Rini berharap, masyarakat bisa lebih banyak memanfaatkan daun yang telah mengering untuk pembuatan ecoprint. Dengan begitu, penggunaan daun segar untuk ecoprint bisa dikurangi. ”Harapannya, kalau misalnya daun kering bisa digunakan untuk ecoprint, masyarakat enggak perlu ambil daun-daun segar dari pohon,” juga Misteri Keindahan pada Lembaran Kain ”Ecoprint”KOMPAS/HARIS FIRDAUS Perbandingan daun columbus atau wedusan yang masih segar dengan motif daun columbus yang dicetak pada kain dengan teknik ecoprint. Kain ecoprint itu merupakan karya anggota komunitas Shero yang beranggotakan para ibu di Dlingo. Foto diambil pada Jumat 13/8/2021.Dosen Departemen Teknologi Hasil Hutan UGM Vendy Eko Prasetyo menyatakan, penelitian itu merupakan bagian dari kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan Departemen Teknologi Hasil Hutan UGM. Dalam kegiatan itu, tim Departemen Teknologi Hasil Hutan UGM ingin mengajak masyarakat yang tinggal di sekitar Hutan Wanagama mengembangkan produk ecoprint dengan memanfaatkan aneka jenis tanaman di pengembangan ecoprint bisa berjalan baik, dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi tanaman-tanaman di Wanagama yang cocok untuk membuat ecoprint. Selain itu, tim Departemen Teknologi Hasil Hutan UGM juga bekerja sama dengan salah satu produsen ecoprint ternama di Yogyakarta untuk melatih masyarakat sekitar Wanagama membuat Vendy, kegiatan pengabdian masyarakat itu akan berlangsung selama tiga tahun, yakni 2021-2023. Dengan kegiatan itu, masyarakat sekitar Hutan Wanagama diharapkan bisa mendapatkan manfaat dari pengolahan hasil hutan tanpa harus merusak lingkungan. ”Kami ingin mengembangkan strategi pengolahan hasil hutan yang bisa bermanfaat besar bagi masyarakat sekitar,” juga Eksplorasi Flora dalam ”Ecoprint”KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Kain ecoprint yang dibuat dengan menggunakan daun Jenitri di tempat usaha Mergangsan, Yogyakarta, Minggu 22/8/2021. Kain ecoprint dibuat dengan memanfaatkan beraneka daun untuk membentuk pola untuk pewarnaUji coba pembuatan ecoprint dengan pewarna alam juga dilakukan kelompok usaha di Kampung Karangkajen, Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta. merupakan kelompok usaha yang bergerak di bidang pembuatan ecoprint. Kelompok itu beranggotakan sejumlah warga Karangkajen yang sebagian besar merupakan ibu-ibu rumah beberapa waktu terakhir, para anggota melakukan uji coba pewarnaan kain dengan daun teh. Salah seorang anggota Rubi Utami 42, menuturkan, pihaknya sedang membuat katalog warna alam menggunakan teh. Katalog warna teh itu diharapkan bisa menjadi acuan pembuatan karya ecoprint bagi pihak lain. ”Referensi katalog warna dari teh itu, kan, belum ada. Makanya, kami bikin katalog ini,” INDRA RIATMOKO Perbandingan kain ecoprint yang dibuat menggunakan daun truja dengan daun truja segar di tempat usaha Kampung Karangkajen, Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta, Minggu 22/8/2021.Untuk membuat katalog tersebut, para anggota melakukan uji coba menggunakan sejumlah produk teh seduh yang dijual di pasaran dan biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Merek teh seduh yang dipakai itu adalah Teh Gopek, Teh Pecut, Teh Dandang, Teh Poci Emas, dan Teh itu, mereka juga memakai daun teh dari Kebun Teh Nglinggo di Kabupaten Kulon Progo, DIY. “Kami memakai teh dari Kebun Teh Nglinggo juga karena itu satu-satunya kebun teh di DIY,” tutur karena itu, ada enam jenis teh yang digunakan oleh para anggota dalam pembuatan katalog tersebut. Enam jenis teh itu kemudian diuji coba menjadi pewarna di enam jenis kain, yakni kain primisima, kain doby, kain katun Jepang, kain katun sutra, kain rayon, dan kain INDRA RIATMOKO Perbandingan kain ecoprint yang dibuat menggunakan daun jenitri dengan daun jenitri segar di tempat usaha Kampung Karangkajen, Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta, Minggu 22/8/2021.Berdasarkan uji coba itu, setiap jenis teh ternyata menghasilkan karakter warna berbeda. Bahkan, satu produk teh juga akan menghasilkan karakter warna berbeda jika kain yang dipakai mencontohkan, hasil pewarnaan dengan Teh Gopek di kain primisima akan berbeda dengan pewarnaan Teh Gopek di kain viscose. Oleh karena itu, hasil uji coba yang dilakukan para anggota ternyata menghasilkan variasi warna yang sangat dan uji coba para pegiat ecoprint kian menguatkan kesimpulan bahwa Indonesia memiliki bahan alami yang sangat kaya untuk mendukung pengembangan pewarna alam. Pekerjaan rumah tersisa untuk meningkatkan kualitas produk dan pemahaman masyarakat agar produk-produk mode ramah lingkungan bisa semakin diterima pasar. EditorGregorius Magnus Finesso

Untukmelakukan ecoprint dapat dilakukan dengan dua cara yaitu teknik iron blanket dan teknik pounding, dan di artikel kali ini yang akan dijelaskan adalah menggunakan teknik pounding. Bentangkan kain dan letakan daun, bunga atau kulit kayu di atas kain sesuai dengan posisi yang kamu inginkan.

- Ada banyak teknik mencetak motif pakaian. Di Indonesia, batik merupakan salah satu yang paling populer. Selain itu, ada juga teknik cetak bernama ecoprint. Ecoprint merupakan teknik cetak menggunakan bahan alami atau ramah lingkungan yang bisa digunakan pada banyak Aini, pemilik usaha Hand Made Soap Bukit Lawang sekaligus ecoprint mengatakan, media ecoprint bisa berupa kain, kertas, gelas tanah liat, hingga kulit. Hanya saja, tidak semua jenis kain atau kertas dapat digunakan untuk membuat ecoprint. "Kalau kertas, tidak bisa menggunakan kertas yang sudah dicampur bahan kimia, harus 100 persen alami, seperti terbuat dari kapas yang belum terkontaminasi," jelas untuk kain, kebanyakan yang dipakai untuk membuat ecoprint adalah katun dan sutra. Ketebalan bahan yang digunakan juga memengaruhi hasil akhir ecoprint. Aini tidak menyarankan penggunaan bahan tipis saat membuat ecoprint, sebab akan mudah sobek saat direndam. Baca juga Tips Merawat dan Memilih Kain Ulos, Tidak Bisa Sembarangan Cegah Luntur, Begini Mencuci dan Menyetrika Kain Batik Tulis Dikukus dua jam shutterstock/Sapusup Ilustrasi kain dengan teknik cetak ecoprint. Hasil ecoprint yang cantik nan sederhana menurut Aini kerap dianggap sebagai seni yang mudah dibuat. Padahal, membutuhkan proses panjang untuk mendapatkan cetakan yang bagus. Saat ditemui di Ecolodge Bukit Lawang dalam rangka Familiarization Trip Ekowisata oleh DESMA Center, proyek pembangunan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada Jumat 23/9/2022, Aini mencontohkan proses membuat ecoprint dengan kertas.
Katanya batik ecoprint mempunyai 3 teknik dalam pembuatannya. Yang pertama yakni dengan teknik pounding (pukul). Untuk teknik ini, dalam pembuatanya daun atau bunga diletakkan di atas kain, selanjutnya pukul secara merata daunnya, sampai getah daunya terserap ke kain. Kemudian, untuk teknik kedua yaitu dengan cara steaming (kukus).
MALANG - Ecoprint merupakan salah satu jenis teknik mencetak yang dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi kerusakan lingkungan serta ekosistem akibat limbah kimia pabrik tekstil. Teknik itu pula yang dilakukan oleh dosen Universitas Muhammadiyah Malang UMM, Wehandaka Pancapalaga. Bersama lima mahasiswa Fakultas Pertanian Pertenakan FPP, dia mengembangkan ecoprint dengan memanfaatkan mangrove. Menariknya, mereka bisa menciptakan berbagai produk seperti tas, pakaian, hingga sepatu dari teknik pewarnaan ini muncul pada 2019 saat melakukan uji coba terhadap penelitian yang sudah dilakukan. Sebagaimana diketahui, mangrove bisa dijadikan zat pewarna alami untuk ecoprint. "Sebab itu, penelitian yang dilakukan sangat rinci, mulai dari pemilihan bahan hingga proses produksi. Hal itu berefek pada produk yang bagus dan bermanfaat bagi masyarakat," kata hasil dari ekstrak mangrove tidak mudah luntur sehingga bagus untuk pewarna. Adapun sistem yang digunakan melalui mesin pengukus atau steam yang yang tingkat panasnya lebih terjamin. Dengan demikian, warna yang dihasilkan juga lebih merata. Kemudian suhu yang digunakan ada pada rentang 75 derajat celsius dan dikukus selama dua jam. Apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi, kulit yang digunakan untuk ecoprint akan rusak. Sementara itu, kalau suhunya terlalu rendah, warna daun dan bunga tidak akan bisa melekat pada kulit. Wehandaka mengatakan, pihaknya sangat serius mendalami penelitian, termasuk mengenai pemilihan jenis mordan. Pihaknya telah mencoba berbagai cara mulai dari mordan tawas, kapur, dan tunjung. Hasilnya, mordan tawas memberikan hasil yang lebih maksimal dan cocok dengan bahan alami yang digunakan. Sementara itu, kulit yang digunakan untuk teknik ini adalah domba samak jenis crust. Pemilihan ini tak lepas dari kelebihannya yang lebih lentur dan tidak mudah luntur. Menurut dia, saat ini penelitian ecoprint timnya sedang proses didaftarkan untuk paten sederhana. Namun sembari menunggu, pihaknya juga mengabadikannya dalam beberapa event seperti program matching fund bersama UMKM Bululawang Malang. Hasilnya, masyarakat sangat antusias untuk memproduksi ecoprint tersebut karena di Desa Bululawang banyak perajin kulit yang masih monoton menggunakan warna hitam bersama tim berharap agar penelitian mengenai ecoprint dapat diterima baik oleh masyarakat. Mereka memiliki tujuan untuk membantu pengrajin kulit agar bisa lebih kreatif. "Utamanya dalam hal warna, teknik, dan cara yang lebih ramah lingkungan," jelas dia. Selanjutnya, dia sedang mencoba mengombinasikan antara ecoprint dan ukiran. Ini bertujuan agar hasil akhirnya akan seperti daun yang nampak timbul. Dengan demikian, akan semakin terlihat menarik dan bagus.
Perpaduanbeberapa jenis daun juga bisa menghasilkan warna baru yang otentik. "Meski beberapa warna tidak gampang untuk dimunculkan. Misalkan warna biru, itu lebih susah," lanjut Anik. Setiap
Perkembangan industri di era modern seperti saat ini memunculkan keresahan terhadap kelestarian alam. Melihat efek tersebut membuat sebagian orang mulai beralih pada produk-produk yang lebih alami dan ramah lingkungan. Kini mulai banyak UKM yang memerhatikan aspek ramah lingkungan ini pada produk yang dijualnya. Baik itu kemasan yang digunakan hingga barang yang dijualnya itu sendiri. Bahkan, tak sedikit UKM yang memerhatikan unsur ramah lingkungan ini mulai dari bahan yang dipilih, proses pembuatan, hingga produk tersebut kepedulian terhadap produk yang alami dan ramah lingkungan ini juga mulai membuat teknik ecoprint diminati banyak orang. Teknik ecoprint sendiri adalah teknik pewarnaan pada kain dengan menggunakan bahan-bahan mengenal teknik ecoprint lebih jelas, simak rangkuman dari berikut ini yuk!Mengenal Teknik Ecoprint untuk Menghias Kain dengan AlamiYoutube/howdowehumanSeperti namanya 'eco', teknik ini mengambil bahan-bahan dari alam sebagai bahan utamanya. Proses pembuatannya pun dilakukan secara alami tanpa bahan kimia yang terlibat di pewarnaan ini pada dasarnya pembuatannya menggunakan kontak langsung antara kain dengan daun atau bunga. Daun atau bunga tersebut yang akan memberikan motif pada kain putih yang digunakan. Warna yang dihasilkan akan bergantung pada jenis daun atau bunga yang menggunakan metode tertentu, bentuk dan warna dari daun ataupun bunga yang digunakan akan tercetak ke kain. Agar warna alami dari daun atau bunga tidak pudar, digunakan air tawas di proses akhir pembuatannya. Sehingga seluruh bahan pembuatan ecoprint hanya menggunakan bahan Kain yang Biasa Digunakan untuk Teknik EcoprintYoutube/howdowehumanTeknik ecoprint menggunakan bahan alami sebagai pewarnanya. Oleh karena itu, kain yang digunakan pun akan lebih bagus hasilnya jika menggunakan kain berserat alami. Ada dua kelompok kain berdasarkan material Kain kelompok selulosaPexels/Engin AkyurtKain kelompok selulosa adalah kain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kain kelompok selulosa ini antara lain adalah kain katun, rami, linen, goni, dan kulit yang biasa digunakan untuk teknik ecoprint dengan hasil yang lebih baik adalah kain katun dan rami. Kedua kain ini dapat menyerap ekstrak daun atau bunga dengan baik sehingga terlihat lebih maksimal hasil Picks2. Kain kelompok proteinPexels/Engin AkyurtKain kelompok protein adalah kain yang seratnya berasal dari hewan. Beberapa kain dari kelompok diantaranya ada kain sutra, wol, hingga kulit binatang. Kain kelompok protein yang memiliki hasil yang bagus untuk teknik ecoprint adalah kain sutra dan Teknik Ecoprint yang Biasa DigunakanYoutube/howdowehumanBerbicara tentang teknik ecoprint, setidaknya ada tiga teknik yang biasa digunakan untuk menciptakan motif pada kain. Ketiga teknik tersebut tetap dilakukan secara alami dengan mempertahankan penggunaan bahan serta proses yang Teknik pounding dengan menggetok kain hingga bentuk daun atau bunga munculYoutube/sanggarkayonTeknik pounding adalah teknik ecoprint yang menggunakan metode getok agar ekstrak daun atau bunga keluar dan tercetak ke permukaan mengeluarkan ekstrak atau getah hingga tercetak pada kain, dibutuhkan sekitar 15 menit menggetok kain beserta daun atau bunga yang sudah motif terbentuk, kain direndam di air tawas selama beberapa menit lalu dijemur hingga kering tanpa memeras kain. Lalu dibilas sekali lagi dengan air tawas agar motif tidak luntur saat Teknik steaming dengan merebus kain untuk memunculkan warna ke kainYoutube/howdowehumanTeknik steaming juga bisa menjadi pilihan dalam pembuatan ecoprint. Teknik ini membutuhkan perebusan kain agar motif bisa terbentuk sempurna di diperlukan dalam menggunakan teknik ini adalah kain, daun atau bunga, batang balok atau pipa logam, benang, dan daun atau bunga ke kain hingga seluruh bagian daun atau bunga menempel secara sempurna ke kain. Lalu gulung dengan menggunakan batang kayu atau logam tadi dan ikat dengan menggunakan tali. Kemudian, kukus selama beberapa kain dikukus maka kain harus dikeluarkan dan didiamkan selama minimal 20 menit agar motif betul-betul menempel. Setelah dingin, lepas benang ikatan di kain dan kain harus dijemur hingga Teknik ecoprint dengan fermentasi daun untuk kain sutraYoutube/howdowehumanJika kain yang digunakan adalah kain sutra maka cara yang digunakan lebih baik adalah memfermentasi daun terlebih direndam menggunakan air cuka selama beberapa menit kemudian barulah diletakan ke atas kain. Setelah itu, barulah kain dipukul beberapa kali menggunakan palu atau benda keras lainnya hingga terlihat pola daun yang tercetak ke teknik ecoprint untuk menghias kain bisa dilakukan sendiri di rumah. Bahan-bahan yang diperlukan sangat sederhana dan bisa dimanfaatkan dari lingkungan sekitar. Selain ramah lingkungan, teknik ini juga dapat menghemat biaya namun memiliki nilai jual yang jugaSering Pakai Masker Kain? Cara Ini Bisa Cegah Timbulnya Masalah KulitHemat Banget! Tutorial Membuat Masker Kain dari Kaos Bekas di Rumah5 Tips Membersihkan Kain yang Terkena Noda Haid
Siswabelajar membuat ecoprint. Tujuan belajar yang ingin dicapai yaitu siswa mampu mengenali dan memanfaatkan daun, bunga dan berbagi tumbuhan di lingkungan sekitar untuk belajar keterampilan baru (ecoprint) yang bermanfaat untuk dirinya. Ecoprint adalah teknik memberi pola pada kain dengan menggunakan daun, bunga, ranting, dan pewarna alam.
Malang, - Dosen Universitas Muhammadiyah Malang UMM Wehandaka Pancapalaga mengembangkan produk tekstil dengan menggunakan bahan ekstrak Mangrove. Hasilnya, dia bisa menciptakan teknik pewarnaan dengan membuat berbagai macam produksi seperti tas, pakaian, hingga sepatu ecoprint menggunakan tanaman mangrove. Wehandaka mengatakan tanaman mangrove bisa dimanfaatkan sebagai pewarna alami ecoprint. Karena ecoprint merupakan salah satu jenis teknik mencetak yang dapat dijadikan alternatif ramah lingkungan yang bisa mengurangi kerusakan lingkungan serta ekosistem akibat limbah kimia pabrik tekstil. Maka dari itu dia melakukan penelitian tanaman mangrove untuk bahan ecoprint."Setelah kami teliti Mangrove bisa dijadikan zat pewarna alami untuk ecoprint," kata Wehandaka, Rabu 7/6/2023. Menurut Wehandaka, ide meneliti Mangrove untuk bahan pewarna alami atau ecoprint muncul sejak tahun 2019. Dari ide itulah, dirinya langsung melakukan penelitian. Bahkan, penelitian yang dilakukannya pun sangat rinci, mulai dari pemilihan bahan hingga proses produksi. Hal itu berefek pada produk yang bagus dan bermanfaat bagi masyarakat. "Hasil dari ekstrak mangrove tidak mudah luntur. Sehingga bagus untuk pewarna," ujarnya. Tanaman mangrove bisa dimanfaatkan sebagai pewarna alami ecoprint. Dia menjelaskan adapun sistem pembakaran yang digunakan, yakni melalui mesin pengukus atau steam yang tingkat panasnya lebih terjamin agar warna yang dihasilkan juga lebih merata. "Suhu yang kami gunakan ada pada rentang 75 derajat dan dikukus selama dua jam. Apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi, kulit yang digunakan untuk ecoprint akan rusak. Sementara kalau suhunya terlalu rendah, warna daun dan bunga tidak akan bisa melekat pada kulit,” terangnya. Wehandaka menambahkan dirinya sangat serius mendalami penelitian ecoprint dari tanaman Mangrove. Ini untuk membantu pengrajin kulit di Desa Bululawang yang masih monoton menggunakan warna hitam polos. "Penelitian ecoprint kami ini sedang proses didaftarkan untuk paten sederhana. Namun sembari menunggu, kami juga mengabadikannya dalam beberapa event seperti program matching fund bersama UMKM Bululawang Malang," ucap dia. Wehandaka berharap penelitian mengenai ecoprint dapat diterima baik oleh masyarakat. Dengan harapan bisa membantu pengrajin kulit agar bisa lebih kreatif. Utamanya dalam hal warna, teknik, dan cara yang elbih ramah lingkungan. "Untuk selanjutnya, saya sedang mencoba mengombinasi antara ecoprint dan ukiran agar hasil akhirnya akan seperti daun yang nampak timbul. Sehingga makin terlihat menarik dan bagus," pungkas Wehandaka. Saksikan live streaming program-program BTV di sini Telkomsel Jaga Bumi Tanam Pohon di Kawasan Hutan Mangrove Indonesia NASIONAL HNSI Sebut Hutan Mangrove Berpotensi Tambah PAD NTB NUSANTARA Krakatau International Port Tanam Bibit Mangrove di Karangantu EKONOMI Serentak! Jokowi dan TNI Tanam 1 Juta Pohon Mangrove NASIONAL Tanam Sejuta Pohon Mangrove, TNI Meraih Rekor Muri MEGAPOLITAN IWIP dan Masyarakat Berkolaborasi Lindungi Kawasan Pesisir NUSANTARA
Dariberbagai macam jenis kain, kain sutra bisa dikatakan menjadi primadona untuk diproses ecoprint. Kain dari serat ulat sutra murbei (Bombyx Mori) ini memiliki kelebihan yang tidak dimiliki jenis kain lainnya. Jika jenis kain seperti katun dan rayon jika ingin digunakan untuk ecoprint, kain harus di proses mordan terlebih dahulu.

Ecoprint menjadi alternatif membuat pola atau corak batik selain dengan teknik cetak atau tulis. Sesuai namanya, ecoprint merupakan gabungan dari dua kata yaitu eco alam dan print mencetak. Jadi, ecoprint memiliki arti mencetak, membuat warna atau corak menggunakan bahan-bahan alami seperti dari bunga, daun, atau bagian tanaman lain yang memiliki ciri khas. Sobat Folderbesa dapat memanfaatkan tanaman sekitar rumah untuk membuat kerajinan warna atau membetuk dengan teknik ecoprinct populer pada tahun 2006 oleh seorang perancang busana bernama Indiana Flint. Saat itu Flint menempelkan dedaunan yang memiliki pigmen warna pada serat kain. Kemudian kain tersebut akan melalui beberapa proses dengan cara dikukus atau direbus sehingga menghasilkan warna yang berbagia jenis tanaman sekitar rumah untuk ecoprint menjadi kegiatan menarik bagi masyarakat luas. Peluang ini tak boleh terlewatkan karena sangat mendukung kreativitas masyarakat juga terdapat nilai ekonomi di Juga Ingin Berbisnis Seafood Kaki Lima? Ini Jenis Ikan Laut Yang Banyak PenggemarnyaAlat Dan Bahan Membuat EcoprintCorak dari teknik ecoprint memiliki bentuk yang unik dan beraneka ragam. Saat mengaplikasikan daun ke kain bisa saja hanya daunnya yang tercetak tanpa tulang daunnya. Terkadang, seluruh bagian daunnya ikut tercetak hingga kelopak masuk pada teknik pembuatan kita memerlukan beberapa alat dan bahan sebagai berikut1. Siapkan selembar kain polos sebagai bahan utama. Sobat Folderdesa dapat menggunakan beberapa jenis kain sebagai bahanKatunKanvasSutraSerat NanasMoriRayonDobyLinen2. Daun, bunga atau bagian tumbuhan lain yang dapat mengeluarkan warna3. Air cuka, untuk menghasilkan warna lebih terang4. Kertas koran sebagai alas saat membuat corak5. Tawas, untuk mengikat warna dan corak6. Palu untuk memukul-mukul kain dan mengeluarkan zat warna tanaman7. Panci, untuk mengukus EcoprintSetalah alat dan bahan, selanjutnya memasuki tahapan membuat kain batik ecoprint. Setidaknya ada dua teknik dalam proses ecoprint, yaitu sebagai berikutTeknik Pukul atau PoundingTeknik memukul atau pounding menjadi salah satu teknik paling sederhana dalam membuat ecoprint. Caranya, dengan meletakan daun atau bunga di atas kain kemudian memukulnya sampai membentuk corak. Nah, untuk membuat corak tersebut bertahan lama yuk perhatikan langkah-langkah dibawah Letakan koran sebagai alas dengan bentangan kain berada pada bagian atas2. Taruh bunga atau daun yang sudah sobat Folderdesa siapkan sebagai acuan untuk membuat corak di atas kain. Setelah itu, Memposisikan tulang daun berada pada bagian bawah menghadap kain untuk menciptakan guratakan indah3. Kemudian, masuk ke tahap memukul-mukul daun sampai mengeluarkan getah dan mencipkatan corak serupa daun. Pukul-pukul daun secara rata agar menghasulkan warna indah secara Diamkan kain yang sudah melewati teknik pounding selama 15 menit agar zat warna pada daun keluar Setelah menggangkat daun dari kain, diamkan lagi kain selama satu hingga tiga hari agar warna daun menyatu Rendam kain menggunakan campuran tawas agar warna kain tetap awet .Teknik SteamingSelain teknik pounding, sobat Folderdesa juga dapat memilih teknik steaming untuk ecoprint. Yuk, siapkan alat dan bahan seperti di bawah Siapkan satu ember campuran air dan cuka dengan perbandingan 31 lalu masukan kain polos kedalamnya2. Setelah itu, bentangkan kain tersebut di atas meja dengan meletakan beberapa daun atau bunga sesuai keinginan. Lipat kain menjadi dua bagian sama besar3. Letakan potongan pipa pada bagian bawah kain dan gulung secara perlahan. Agar gulungan tidak lepas, lilitkan potongan kain pada bagian luar gulungan4. Kukus atau steam gulungan tersebut selama kurang lebih 2 jam agar menghasikan pigmentasi warna menarik5. Bagian akhir, lepas lilitan pada gulungan kain dan selasai. Kain putih milik sobat Folderdesa sudah terisi corak Juga Tips Menanam Anggur Tabulampot Agar Berbuah LebatTanaman Yang Dapat di Gunakan Untuk EcoprintEcoprint menjadi tren ramah lingkungan, karena dalam proses pembuatannya tidak sedikitpun menggunakan zat kimia atau sintetis. Sehingga tidak menimbulkan pencemaran baik udara, air atau Folderdesa dapat memanfaatkan jenis tanaman berikut untuk menciptkan bentuk dan warna dengan teknik KersenMemanfaatkan tanaman kersen untuk ecoprint menjadi hal yang baru bagi masyarakat. Karena, ternyata tanaman tropis yang mudah tumbuh di pinggir jalan atau pada retakan tembok mampu menghasilkan corak ecoprint yang kersen merupakan daun majemuk dengan tepi bergerigi dan runcing. Bentuk daunnya bulat hingga lanset. Sisi bawah daun kersen terasa lembut karena terdapat bulu JatiBanyak orang menggunakan jati sebagai pembungkus makanan ramah ligkungan. Namun siapa sangka jati dapat menjadi bahan utama untuk membuat ecoprint karena memiliki ciri khas pada warna dan jati berbentu elips yang melebar. Pada proses ecoprint, jati akan mengeluarkan warna merah atau ungu tergantung dari daerah asal jati MengkuduMengkudu memiliki banyak sekali manfaat kesehatan tubuh. Tak jarang masyarakat mengkonsumsi mengkudu sebagai sayuran. Tanaman ini mampu menurunkan tekanan darah tinggi dan sisi lain tanaman menggudu memiliki manfaat sebagai pewarna alami untuk ecoprint. Akar mengkudu mampu menghasilkan warna merah setelah melalui peroses perebusan sampai akar mengkudu memunculkan SecangSejak dulu banyak orang kraton menyukai rempah secang karena menyegarkan dan mampu mengatasi peradangan. Manfaat dari secang adalah menjaga sistem imun, mengatasi masalah pencernaan dan sebagai anti secang banyak memberi manfaat terutama untuk pembuatan ecoprint. Caranya, dengan merebus satu kilo kayu secang dengan air sampai air berubah Jambu BijiMudah sekali menemukan daun jambu biji di sekitar rumah. Bahkan sering kali daun jambu biji berserakan dan menjadi sampah. Bagaimana jika kita mengolah daun jambu biji tanaman ecoprin bernilai ekonomi?Daun jambu biji memiliki bentuk oval memanjang dan sedikit runcing pada bagian ujungnya. Setelah melalui proses ecoprint, daun jambu biji akan menghasilkan warna hijau tuam KenikirKenikir memiliki bentuk daun membujur, tangkai cukup panjang dan bunga berwarna merah muda atau ungu. Bisanya masyarakat mengolah kenikir sebagai santapan langsung atau proses ecoprint daun kenikir akan menghasilkan bentuk runcing memanjang seperti talang dengan warna khas kuning MahoniSelanjutanya, sobat Folderdesa dapat memanfaatkan tanaman mahoni sebagai pewarna untuk ecoprint. Mahoni memiliki batang dan buah berwarna kecoklatan. Tanaman ini dapat hidup subur pada tempat gersang meski tidak disirami air dalam kurun waktu warna coklat mendominiasi tanaman mahoni tetapi saat melakukan proses ecoprint tanaman ini akan mengeluarkan warna kuning. Warna kuning ini berasal dari buah mahoni yang belum dikupas kemudian direbus bersama Jarak KepyarSekilas daun jarak kepyar mirip seperti daun singkong tetapi berwarna lebih terang mulai dari batang hingga bunganya. Buah jarak kepyar sendiri berbentuk seperti buah rambutan namun lebih daun jarak kepyar bergerigi dan menghasilkan corak yang unik pada kain. Proses membuat ecoprint dengan jarak kepyar tidak jauh berbeda dari daun tadi bagaimana mamanfaatkan tanaman sekitar rumah untuk membuat ecoprint. Sederhana namun memerlukan perhatian Bagaimana, apakah tertarik untuk mulai mencobanya? Yuk, Share ceritamu pada kolom komentar, ya?

4yOh.
  • ku6py964xw.pages.dev/538
  • ku6py964xw.pages.dev/185
  • ku6py964xw.pages.dev/291
  • ku6py964xw.pages.dev/409
  • ku6py964xw.pages.dev/436
  • ku6py964xw.pages.dev/133
  • ku6py964xw.pages.dev/215
  • ku6py964xw.pages.dev/442
  • jenis bunga untuk ecoprint